Tag Archives: babble

Survival mode

*kibar-kibar bendera putih

Kalo diibaratin rumah, keknya blog saya ini udah dipenuhi sarang laba-laba deh saking sepinya postingan. Komen-komen juga belon pada dibalesin hiks. Maapkeun yah para pemirsa yang budiman!

So, how’s life?
Judul postingan ini menggambarkan kehidupan saya sekarang. Dalam survival mode nih ceuu!!! *again, kibar-kibar bendera putih. Yuk kita coba telaah yak (duilee!!)

Soal Kerjaan
Kerjaan ini yang paling berubah bener. Kepergian salah seorang rekan kerja membuat saya bernasib bak yatim piatu alias kerja sendirian. Sedihnya lagi, big boss ngerasa ga perlu buat nyari penggantinya 😥 walhasil mulai dari minggu lalu saya harus berjibaku sendiri ngurusin kerjaan. Ya nerima telpon, ngurusin email dan web request yang masuk, belom lagi kalo orang-orang sales pada ngerecokin minta ina inu.
Kesibukan ini juga yang bikin blog ini sepi postingan huhu 😥

Sebage satu-satunya jongos di team, maka saya diharapkan selalu stand-by, siap setiap saat. Yang mana ini ga mungkin aja dong dong! Dikira sini robot apa yak? Dan kekacauan pun terjadi minggu lalu saat saya ngedadak ga masuk karena sakit.
Walhasil pak bos pun bersabda bahwa team lainnya kudu jadi back-up. Artinya? Yah si guweh ini juga yang kudu ngasi training ke team lain. Ihhh…pak bos ngerjain bumil deh!! *manyun* Tambahin dong gaji aye, bos! *ujung-ujungnya duid* hihi 😀

Opsi lainnya adalah saya bekerja dari rumah. Ini beraitan dengan paparan soal kesehatan saya yang ngedrop minggu lalu. Leptop dah siap, tapi gimana ngegembolnya ke rumah cobak? 😦

Soal Kesehatan
Kembali lagi kibar bendera putih tanda menyerah karena mulai wiken lalu saya memasuki fase melepeh semua makanan. Semua!! Esgrim dan jeruk yang biasanya jadi kuncian supaya ga mual muntah pun sukses ditolak. Bahkan nasi padang yang saya idam-idamkan pun cuma numpang lewat sahaja.
Nasi catering langganan pun sukses cuma dibuang-buang aja. Ampuni saya, ya Rabb!! 😥

Saya pernah baca kisah para ibu muda yang stress bin ngelus dada ketika balitanya menjalankan aksi GTM alias ga doyan makan. Setelah kejadian ini, saya jadi ngerti perasaan mereka. Mungkin ini cara Tuhan buat menyiapkan mental saya nanti?

Akhirnya, saya ngibrit ke mekdonal. Beli burger dan kentang goreng! Impian untuk makan sehat nan hijau gemah ripah loh jinawi? BUBARRRR!! Sing penting bocah makan!
Suami pun dengan berat hati mengijinkan karena semua yang tersedia ditolak.
Haduhh..semoga si bocil baek-baek aja yaa *komatkamitberdoa*

Pelajaran penting lainnya adalah, bahwa akte lahir dan tanggal ktp itu tak pernah ingkar. Badan rasanya jompooo!!! Biar kata udah nenggak bergalon-galon eskadua, umur selalu zuzur, banana udah uzurrr!!! :mrgreen: ZEBEL

Aktifitas harian saya cuma berangkat ngantor dan balik. Dilanjut makan (kalo mau), mandi trus istirahat dan lanjut tidur.

dec23-survive
Sementara wiken, saya bagi jadi hari mencuci dan hari belanja (utamanya beli buah dan susu). Kegiatan setrika dan beberes kamar diselipkan jika dan hanya jika badannya enak dan bisa diajak bekerjasama.
Aktifitas tambahan diluar itu tampaknya menambah beban bagi badan saya dan berakhir dengan kejadian spotting beberapa kali 😥

Jadii…semoga posting singkat ini semoga jadi penghibur hati pembaca yang lara yakk *ge-er* 😀 Bole juga dong, sekali-kali nowel saya buat nyemangatin dan ngehibur hati yang luka ini. Apalagi kalo sambil ngirimin makanan..ihh disambut pisan itu mah!!! *ngarep* Yeukk mariiiii 🙂

Shortcut

A route more direct than the one ordinarily taken
A method or means of doing something more directly and quickly than and often not so thoroughly as by ordinary procedure

shortCut

Shortcut alias jalan pintas, begitu kita biasa menyebutnya. Biasanya dilakukan buat motong jalan dalam mempersingkat waktu dan atau jarak tempuh. Dapat diartikan juga sebagai cara atau metode untuk mempercepat si pelaku dalam meraih tujuannya.

Karena di jaman sekarang, segalanya kudu serba express dan efektif kalo ga mau digilas roda jaman *mulai puitis*. Makanya banyak banget produk instan. Mulai dari makanan dan minuman instan sampe proses ngutang juga instan. Bayarnya aja yang puyeng setengah mati *eaaa diselipin aje curcolnye 😀

Kayaknya jalan pintas itu biasa berlaku ya di negara kita. Saya pun ga bisa mengelak kalo saya termasuk yang menikmati dan terkadang mengambil jalan pintas untuk mencari solusi. Mulai dari jalan-jalan tikus yang dipake buat ngehindarin macet sampe ya menikmati yang makanan dan minuman yang serba instan itu tadi *ngaku* 😀

Segala sesuatunya di Negara kita bisa diselesaikan dengan jalan pintas. Jalan pintas itu ada yang konon bernama money under table alias nyogok aka suap. Makanya di kita ada yang namanya calo ato makelar. Belon lagi oknum bergentayangan. Duh, istilah itu kayaknya ga ada deh di Negara lain, cmiiw. Setidaknya di negeri tetangga ini, semua urusan administrasi pemerintahan dilakukan dengan mudah dan efektif tanpa campur tangan sogokan ato calo ato oknum apalah buat pelicin urusan.

Shortcut lain adalah ilmu klenik. Saya ga pengen membahas lebih dalam soal ini, tar saya disangka dukun pulak 😀 Tapi ungkapan “cinta ditolak dukun bertindak” nampaknya muncul bukan tanpa alasan. Dan nampaknya berlaku ga cuma buat urusan asmara aja. Mau naek jabatan ato supaya urusan perniagaan lancar? Datengin aja Ki anu anu dan urusan beres deh.
Duhh, suwer deh, si saya bukan dukun loh!!

Shortcut lainnya adalah kekerasan. Mirip dengan klenik diatas, kekerasan kadang dijadikan opsi.Sayangnya, kekerasan adalah jalan pintas yang dipilih oleh seorang lelaki pengecut yang telah merenggut seseorang yang saya dan housemates disini kenal dekat akhir pekan lalu.

Dear Bapak, you’re a good and kind-hearted person. Semoga amal ibadah Bapak diterima oleh Sang Maha Pemilik Hidup. Aamiin.

Satu pelajaran hidup yang saya ambil, there’re no shortcuts to real success.
Kalo mau jabatan naek? Ya kerja yang bener dong.
Mau perniagaan maju? Ya coba berinovasi dan berkreasi dong.

Semoga ga ada lagi orang yang mengambil dan menjadikan kekerasan sebagai jalan pintas atau bahkan menjadikannya sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi.

 

* Singapura Januari 2015, In loving memory of our Bapak landlord.

[EF] #2 – My Wildest Dream

To dream the impossible dream
To fight the unbeatable foe
To bear with unbearable sorrow
To run where the brave dare not go

Andy Williams – The Impossible Dream

***

Before I go ahead yapping about my wildest dream, please check out the disclaimer below.

1. Brace yourself! The post may contain some yucky ingredients. Gagging and a slight dizziness may occur as the side effects of this post. You’ll live, relax! 😛 Rest assured there’s no graphic content (of snot, Ha!) in it. You can thank me later. You’re welcome 😀

2. Some of you, my dearest readers may swear to never open my blog, ever again after this post. Please don’t do that, pretty please? 😀 *wink wink*

Trust me! I was planning to write something eloquently beautiful. Something profound I’d like to call as my masterpiece but, I’m in foul mood, totally annoyed with my current condition. So, here’s my wildest dream. Are you ready?

I’ve been sick since weekend. It started out with a sore throat and escalated to endless coughing and fever. Fever is something I fear most. So on Monday, I went to the clinic nearby straight away. The clinic was full with other sickies. Ouch. 😦

After so many waiting sessions ( for my queue to see the doctor, a full blood count test, waiting for result, another session with the doctor and queuing  at the pharmacy and payment desk) 😦 the result was common flu. Thank God, it was nothing serious. And it was a viral infection, hence, antibiotic wasn’t needed.

Sounds good? NOT.

It’s Friday now, the fifth day after I went to see the doctor and I’m still covered in snotty. And let’s not talk about the phlegm,shall we? My throat is not itchy but I keep on coughing as my body seems trying to get rid of it. I hate the phlegm. I’m turning off almost all of electronic stuffs (AC and fan) in my room, as an effort (a desperate one, I must say!) to minimize if not, lessen whatever factor that may trigger the flu.  Nothing. Nada. 😦  Instead, I’m now sweating like nobody  business.

Wait, what was the topic again? Ah yeah, my wildest dream. Right now, I’m dreaming to create, no wait, let me find a better word.*thinkinghard* Ehm, I’m dreaming to invent a tool to suck snot and phlegm. I’ll call it snotty-sucker.  Isn’t it a kewl (I just have to write it this way because it’s super cool, y’know?)  and jaw-dropping invention, huh? 😀

Quite self-explanatory, snotty-sucker is basically a tool to suck your snot and phlegm. I do aware that snotty-sucker doesn’t sound good but, I can think of another name for the branding later. The tagline will either be;

–  You got snots? Get our snotty-sucker and you’ll be snotty-free!

–  Snotty-sucker will vanish your stubborn snot!

Ah I can also think of it later. I can get my marketing team to think and come out with something. I bet it’s going to be world no.1 selling product. *jumping with excitement*

Imagine how much money I can make from selling the product? Flu is a common disease. It can contract anyone, children, teenager or adult in any part of the world. I’m so going to be rich!! 😀 😀

Until I found the followings in Google.

download

Nose sucker

1318873726sampleslideshow2

Snotsucker

 

Dang it!! I was late!!! 😦  There’s already something called nose sucker in the market. And even a product that goes with the name “snotsucker”. There goes my dream!! Oh Nooo*cry*

Surviving Little Red Dot

Topik soal terpilihnya kota singa ini menjadi the most expensive city in the world ini sebenernya udah basi bener yee.Salahkan sifat pemalas diriku ini, jadi ilang deh buzz-nya. Ga fresh from the oven mamenn, huh! *self toyor*

Tentunya banyak pendapat dan komentar mengenai itu di komunitas Indonesia yang berada disini.Utamanya sih menyoroti parameter yang digunakan sebagai dasar survey itu sendiri. Cencunya, si saya mah ga bakal ngebahas soal itu lah yaa,,,da aku mah apa atuh? *sadar diri*

Mau share aja beberapa hal yang  saya lakukan untuk menyiasati hidup yang makin keras disini *susut ermata*

1.  Rumah/tempat tinggal

Housing is freaking expensive here. Btw, saya ngebahas sewa kamar alias kost aja ya, karena agak kurang paham ama sewa unit. Jahanam bener deh karena bisa makan  1/3 gaji kita. Bahkan teman saya yang orang Jepang aja merasa kalo Singapore itu lebi mahal dari Tokyo. Alasannya karena  sewa kamar di Jepang itu biasanya lengkap dengan fasilitas  kamar mandi/toilet dan dapur. Sementara disini kan ngeteng alias kamar doang. Kecuali situ kebanyakan duit ye jadi bisa sewa studio apartement. Lokasi dan kelengkapan fasilitas mempengaruhi besarnya nilai sewa. Walhasil, buat ngakalin ini ya saya akhirnya milih area yang rada melipir deh. Biarin deh tua di jalan, toh tinggal naek MRT ini. Kamar saya juga ga pake AC, jadi lumayan menekan biaya sewa hihi.

2. Soal makan

Kalo soal makan sih sama kek di Indo deh. Maksudnya, kalo makan di resto mulu ya bangkrut. Makan mumer ya kudu ke hawker centre, semacam pujasera gitu lah. Ato, beli roti tawar dan selai buat sarapan. Ngirit lah buat makan beberapa kali. Saya sendiri bersyukur karena di kostan boleh masak jadi seringnya sih bawa bekal sendiri. Jangan tanya menunya yak, abal-abal pisan lah. Ga jauh dari tumis dan telor ceplok haha. Oh iya, ga semua landlord ato pemilik apartemen memperbolehkan tenant-nya masak. Umumnya sih cuma boleh bikin mie instan ama masak aer doang.

So buat yang bole masak, masak sendiri itu jadi cara ngirit. Kalo ga, yah makan di hawker aja. Awal kerja disini, saya malah lebih ekstrim lagi. Biasanya kantor-kantor disini menyediakan makanan ringan, minimal biscuit ama tea, milo dan kopi. Dan di pantry kantor biasanya ada kulkas buat nyimpen bekal ato makanan bareng-bareng plus microwave dan toaster. Saya dulu cuma beli roti ama mentega aja deh buat sarapan dan makan siang. Diselingi ama nyemil biscuit dan minum milo hangat. Edan pisan yak? Ngirit ato pelit? Yahh maklum lah ceu, namanya baru dan belon kenal medan kehidupan nan berliku di kala itu. Gaji juga belon dapet, jadi yah wayahna alias kapaksa dijalani. Sekarang mah ya ogah mak!! *kunyahpizza*

3. Soal groceries alias belanja kebutuhan harian

Nahh, tinggal sekian lama disini  bikin saya ngerti beberapa taktik jitu buat ngirit. Haha, niat pisan yak? 😀 Fyi, wet market alias pasar itu ga selalu ada di tiap area. Jadi pilihannya ya ke supermarket. Ternyata ada beragam jenis supermarket disini. Dan saya rasa sih, ada perbedaan kasta alias kelasnya yang mana itu ngaruh ama harga barang. Yang umum adalah fair price, giant dan shen shiong. Diatasnya ada Cold Storage ama FairPrice Finest. Dua toko ini emang barangnya berkualitas bagus, terutama untuk sayur dan buah yang kebanyakan emang impor dari luar ASEAN, imho yah. Kebanyakan sayur dan buah disini emang impor sih, tapi kalo dari seputaran ASEAN mah ga mahal deh. Harga masi ok lah, meski kalo buah mangga harumanis dari Indonesia mah tetep istimewah! Mihil!! 😦 Ga tau kudu bangga ato sedih sih.

Trik lainnya adalah belanja di akhir pekan. Jadi, biasanya supermarket-supermarket ada promo di hari Kamis-Minggu. Biasanya sih, barang-barang yang didiskon ini bakal nongol infonya di Koran Strait Times. Dulu mah saya rajin pisan baca Koran kalo pas hari kamis. Kheuseus buat baca dan ngecek promo di wiken itu. Haha, kiasu to the max lah. Kalo sekarang? Ga baca koran lagi dong *jumawa* bukan karena udah sadar dari kekhilafan sih, tapi karena kantor berhenti langganan koran huahahaha. Kantorku ternyata juga ngirit cuy! 😛

Taktik lainnya adalah beli barang yang lagi “clearance”. Cuci gudang ato ngabisin stok kali ya kalo di indo? Utamanya sih ya buah ato sayuran dan bakery ya. Dari mata sotoy saya, nampaknya stok buah ato sayur itu masuk secara rutin tiap minggu. Walhasil stok minggu sebelumnya suka didiskon supaya habis. Kalo di Giant sih ada sudut tempat buah-buahan clearance ini. Lumayan dapet setengah harga kan? Kadang buahnya benjut karena jatuh ato ketumpuk-tumpuk tapi kalo sabar milih, bisa dapet yang masih ok kok. Bakery ato roti dan kue juga biasanya ada clearance. Biasanya yang bakal kadaluarsa 2 hari lagi bakal didiskon.

Diskon buat daging juga ada loh. Biasanya saya beli di fairPrice Finest deket rumah. Biasanya daging frozen yang udah di thawed (dicairkan? Entah apa istilahnya)  dan kudu cepet diolah.

Boookkk,,,tips dan trik diatas kok ga ngebantu pencitraan gw sebagai seleb yah? seleb kok hemat sihh. Ish ish 😀

4. Soal hiburan

Oh yeahh,,,hiburan alias leisure cynn!!! Kan idup kudu berimbang yee, mosok kerjaa terus. Ga ngomongin hiburan ajeb-ajeb yak, dosa! *benerinjilbab* soal hiburan mah tergantung selera sih, tapi menurut saya yang tukang irit ini, sekedar jalan ke Orchard dan window shopping aja udah cukup bikin seger mata. Cukuplah nongkrong di tepi trotoarnya sambil ngelamot esgrim uncle, idup dah cukup berwarna dah!! Dulu bahkan sempet maen ke Sephora ama temen kost cuma buat sekedar coba mekap sana sini hihi. Lumayan jadi hiburan bagi cewe ga bermodal . 😛 Pilihan hiburan gratis lainnya adalah maen ke Esplanade. Di outdoor theatre-nya ada pertunjukan gratis tiap wiken. Ada musisi lokal yang maen disana. Lumayan kan ya?

Sekarang sih saya udah cukup hepi dengan mantengin yutub aja lah. Kadang ngakak bareng temen kost nonton variety show Korea. Alhamdulillah ya, syesyuatuhh 🙂

5. Bedol desa dari Indonesia    

Lha ini penting banget nget nget. Diatas saya udah sempet berbagi cerita soal belanja harian. Tapiii, ada masalah selera yang ga bisa diganggu gugat menyangkut urusan lidah. Contohnya, sambel botolan. Saya udah nyoba beragam cocolan sambel botolan ya disini, ga ada yang seasoy punya Indonesia. Apalagi soal kecap mah..beuhh, wajib itu sih ngegembol dari tanah air. Biasanya kalo balik dari Indo, koper penuh ama gembolan. Segala kecap, sambel botol, mie instan (dulu yee, skrang uda insap), kerupuk dan beragam cemilan ber-msg dibawa. ga cuma cemilan, saya juga sempet bawa daun salam dan kencur kesini loh. Niat abess 😛

Namuun, dari awal saya menclok disini ada satu item yang selalu saya beli dan bawa dari Indo, yaitu…p*mbalut wanita hihi. Disini harganya minimal bisa 5 dolar loh, ihh ogahh!!! Yakk, dengan ini resmilah gw sebage estri pelit bin meregehese 😀

Tapi percayalah, hal ini lumrah loh bagi sebagian cewe yang kerja di sini. Well, setidaknya beberapa teman saya mah begitu ya *pembenaran* 😛

Inti dari postingan ini apa sih? Selain semakin mengokohkan citra gw sebagai emak irit ? *tutup muka* Bahwa hidup itu penuh perjuangan, ga cuma di Indonesia tapi juga disini yang notabene bagi orang kita mah keliatannya sedep bener. Dibelahan dunia manapun juga begitu sih yak. jadi mari berjuang sama-sama, ga usah sibuk mikirin rumput tetangga yang lebih ijo*ngomong ama kaca*

Hello, Better!

Postingan pertama nih,,hihi 🙂 Tenang, bukan postingan tentang resolusi kok. Saya berhenti menulis resolusi beberapa taun lalu karena waktu itu list pertama pasti diisi dengan cita-cita menghadirkan sosok mantu ke hadapan ibunda ratu. Haha,,,pedih beutt!!! 😦
Kalo mau nulis kilas balik, kok ya udah telat bingit. Lagian beberapa hal juga udah sempet disebut disini. Tapi, disini saya pengen menuliskan apa yang saya sudah pelajari dan rasakan setaun lalu.

New role

Saya memulai tahun 2014 dengan peran baru, sebagai istri. Dalam bayangan sih, cingcay lah, apalagi berjauhan gini. Kami ga terlalu kaget dengan peran baru dan berdua masi terus bisa berkiprah dengan leluasa. Seneng dong? Ya seneng, tapi tetep ada struggle-nya juga. Belajar ngerti dan nerima batasan-batasan yang mau ga mau muncul seiring dengan peran baru. Belajar menekan ego..nahh ini yang susah. Haha 😀 secara saya ini orangnya keras. Saya terbiasa “diikuti” maunya dan kini harus belajar ngikutin maunya suami. Ga gampang..huhu 😦

Belajar sabar

Masya Allah, ini bab yang kayaknya ga bakal tamat yah. Haduhh, si saya ini orangnya ga sabaran pulak.Sabar itu artinya luas yaa. Yang saya sadari dan pelajari adalah sabar dalam menjalani proses.

Sedikit selingan, meski umur uda uzur, tapi pikiran saya masi naïf loh *pencitraan pisan*.  Maksudnya, setelah nikah ya tinggal di rumah sendiri, trus punya anak dan seterusnya. Gituu bayangan si saya mah. Ternyata, buat punya rumah tuh ya kudu pake perjuangan, mulai dari berlikunya jalan menemukan rumah idaman sampe berlikunya proses KPR. Berujung dengan proses KPR yang (rasanya) tiada akhir.Duhh,,rasanya udah ga betah aja. Maunya ya begitu mau beli rumah, ya tinggal tunjuk dan tinggal nempatin ajah. Bisa sih begitu kalo duit tinggal metik di kebon, Na!! *self-toyor*

Kudu sabarrrr. *inhale-exhale*

Urusan anak pun, ternyata ga sim salabim trus oekkkk nongol deh bayi di hadapan *kok horror sih?* Ujian kesabaran juga nih ternyata. Lebay ye? Padahal kalo dibandingin ama yang sudah bertahun mencoba beragam program, apa yang saya alami tuh ga ada apa-apanya. Yah semua yang udah dialami mengajarkan untuk bersabar dalam proses memperoleh keturunan.

Bersyukur

Rasanya, kehidupan rumah tangga kami baru kerasa “greget”nya sekarang dengan adanya KPR. Haha. Sebelonnya mah brasa kawin-kawinan aja haha *dikeplak suami*. Bersyukur karena prosesnya mudah. Meski ngepas dan saya juga udah deg-degan mikirin gimana kehidupan kedepannya, tapi ya Alhamdulillah makan masi kenyang kok. 😀

Sedikit banyak, kami sudah memulai proses berumah tangga dan berkeluarga di tahun 2014. Baru start sih, tapi saya sendiri ngerasa optimis. Kadang mewek juga sih mikir KPR *teuteub disebuttt*

Pastinya proses belajar akan terus berlangsung sepanjang hayat.Dan itulah yang ingin saya cam-kan di tahun ini. Belajar untuk lebih baik lagi.

So, hello better!

hello-better-1500px

Hello, Better!

 

Yang bikin meleleh

Ngikutin jejak langkah jeng santi, saya juga mau ikutan tag-nya Mbak Okke ah. *sok kenal* *salim dulu ah*

Ini udah diniatin dari kapan dan ngejogrok di draft. Apa karena ga ada daya leleh nan maha dahsyat dari sisi suami? Ato saya aja yang dasarnya batu dan kurang sensitif? Jawabannya silakan pilih sendiri ya pemirsa *sodorin mic ke penonton* 😀

Sebenernya, ada banyak hal-hal  manis yang udah dan rutin dilakuin olehnya. Saya coba tulisin yang berbeda alias yang belum ditulis di posting-posting sebelonnya ya.

Yuk ah, langsung dibahas aja daripada saya ngelantur ngobrolin yang laen-laen.

  1. Manggil “Ayangggg”

He has this peculiar tone when he said it. Sayangnya saya ga bisa  ngegambarin dengan baik, it’s a perfect mixture of nada manja dan gemes gitu lah. Ngerti opo ora, son? Duilee lawas beutt joke-nya 😛

Banyak panggilan kesayangan lainnya , tapi cara dia manggil “Ayanggg” itu tadi yang unik banget.

  1. His money is my money

Jadi, dia bilang dari awal kalo semua uangku itu buat kamu, istriku! YESSS!!! *kepalan tangan mengudara* Dan ini sukses menyematkan label “estri  matre” ke jidat saya. But do I care? No! *kekep atm suami* 😀 Lha wong dia yang mau ngasi duitnya padaku. Mosok ditolak kan ya? *muka inosen*

Saya sendiri bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Disini bukan soal nominalnya, tapi yang dilakukannya itu merupakan bukti kalo dia bertanggung jawab atas kehidupan saya sebagai istrinya lah yang bikin hati semriwing. Meski di depan suami mah si saya berakting super lempeng padahal dalam hati udah jingkrak-jingkrak. 😀 😀

  1. Nempel kayak perangko

Berbalik dengan kebanyakan pria, suami saya ini malah nempellll ama istrinya. Pokoke kemana-mana kudu berdua. Bahkan ke ujung dunia pun kita selalu bersama..syalallaaa *tarekkk mang!!* 😛 Dulunya paksu alias pak suami ini suka backpacker-an keliling Indonesia. Lha wong ketemunya aja pas trip Borobudur. Sejak menikah, dia ga pernah keluyuran lagi. Padahal sih, saya sama sekali ga keberatan loh. Ini nih yang bikin saya terkesan sebagai istri yang mengekang suami. Ihh 😦  Prinsipnya, kalo jalan-jalan kudu bareng istri. Meski ikut tour juga, istri kudu ikut. Ga bole pergi sendiri-sendiri.

Ga cuma soal travelling aja, kalo lagi di rumah pun kerjaannya ngebuntutin istri. Persis truk di pantura deh, pepetttt terosss *sotoy, padahal belon pernah ke pantura 😛 * Yah dimaklumi lah ya, secara jarang ketemu. Semoga tar kalo dah serumah pun teteup asoy geboy nempel ama istrinya. Aamiin.

  1. Hobi ngabsen

Maksudnya percakapan kek gini nih;

– udah makan belom?

– makan apa?

– enak ga?

– uda ngantuk belom?

– obatnya udah diminum?

– uda mandi belon? Ketauan yah si cantik ini ga doyan mandi haha 😛

Dsb dsb

Terkesan kayak lagi menginterograsi yah? Ini bentuk perhatian sih bagi saya yang suka slebor. Kadang suka lupa makan dan akhirnya maag-nya kumat.

  1. Inisiatif tinggi

Jadi, suami saya tuh hobi bener beliin ina inu buat istri. Bukaan, bukan mobil, berlian ato rumah, kalo itu mah saya juga mau pisan. Suami suka beliin jilbab, dompet, tas, pokoke barang-barang cewe gitu lah. Ok, mungkin karena gaya dandanan saya yang dusun pisan sehingga dia gemes dan pengen ngerombak penampilan saya *dibekep jilbab*. Tapi saya curiga ini sebenernya karena dia ga bisa  nolak aja kalo ditawarin barang ama temen kantornya yang cewe. Cowo kan susah nolak ya kalo dalam kondisi  begini? Dan kecurigaan saya emang terbukti benar adanya. Eh tapi ternyata ada beberapa jilbab yang dia  beliin di toko online lohh. Beberapa baju kembaran yang kami punya pun hasil shopping suami tuh. Meski ga pake kembaran, suami biasa berinisiatif untuk memadankan warna baju yang dipakainya dengan baju saya. Alhamdulillah,,,kawin berbonus fashion stylist pribadi 🙂

Oh ya, suami juga berinisiatif beliin  barang rumah tangga semacam satu set pisau dapur. Yassalaammm…ini yang jadi istri sapa sih sebenernya? 😛 Tapi bole juga lah kalo sekalian dibeliin panci dan wajan *nglunjak*

  1. Mendulang dan didulang

Saya merujuk ke kata “dulang” = menyuapi makanan, dari bahasa Jawa ya. Ini kebiasaan yang ga sengaja terbentuk. Jadi, saya terbiasa nyuapin adik-adik saya waktu kecil dulu. Yah, kadang kebablasan juga sih saling nyuapin pas udah segede-gede gaban gini. Waktu lamaran pas acara ramah tamah, adik saya yang pertama minta disuapi. Mumpung belum jadi istri orang hihi :P. Ya saya suapi dan itu terjadi di depan mata kepala (calon) mama mertua dan suami.

Nahh, begitu sah jadi suami-istri, tugas pertama saya adalah nyuapin makan suami. Yoihh, dia ternyata mencatat baik-baik dalam hatinya kalo nanti saya juga kudu nyuapin dirinya. Sekarang kalo makan, ya biasa sih saling nyuapin gitu. Dan ga canggung juga meski kami melakukannya di depan mertua dan ipar. Ga risih ato gimana juga, lha wong suami sendiri yak?

Dan kami ga jago kandang loh. Maksudnya, kalo makan di luar pun biasa nyuapin gitu. Yahh, ga dari awal ampe akhir juga sih. Dikata bayik apa? 😛 Utamanya karena saling berbagi dan mencicipi pesanan makanan aja.

Yang laennya sharing juga dong hal-hal yang bikin hati meleleh 😀 Roger, gantiii!!! *ketauan angkatan jadoel*

Melihat ke dalam

Pasangan A

Pasangan yang bisa dianggap ideal, fisik tinggi dan ganteng-cantik. Suami berprofesi di bidang penjualan dan istri berusaha di bidang tailor alias adi busana. Sudah dikaruniai 2 jagoan yang lucu.Suami  memiliki karir yang bagus, dan mereka sudah memiliki rumah dan mobil milik sendiri.

Ladang amal: suami agak nakal dan beberapa kali kepergok selingkuh.

Pasangan B

Pasangan yang berada di zona fetty fera alias sedang-sedang aja. Ga ada gejolak berarti.

Ladang amal: suami kehilangan pekerjaan, namun berdua bahu-membahu menjalankan toko kelontong yang selama ini dikelola istri.

Pasangan C

Pasangan ini juga bisa dianggap ideal. Suami berasal dari keluarga sukses dan bekerja di bidang oil and gas. Istri pun bekerja di bidang yang sama di Singapura. Semuanya nampak indah dan sempurna.

Ladang amal: keluarga sang istri kurang pandai mengelola keuangan dan terjerat dalam piutang, yang lumayan bikin puyeng si istri.

Saya tidak merujuk ke si anu ato si itu. Cerita diatas saya dapat dari tokohnya secara langsung, sebagian dari cerita orang terdekat sang tokoh. Mohon dipahami, tujuan menulis ini adalah sebagai pengingat, terutama bagi saya pribadi yang seringkali “lupa” dan suka siwer ngeliat orang lain.

Karena melihat ke atas, acap  membuat lupa menjejak bumi dan kerap berakhir dengan iri yang membakar hati. Cape juga kalo ngedongak terus kan?

Sementara melihat kebawah, terkadang membuat lupa daratan dan mudah tergelincir dalam lembah kesombongan.

Mungkin ada baiknya jika kita sesekali melihat sedikit ke dalam.

Karena ada cerita dibaliknya. Yang acapkali tak kasatmata.

Bersyukurlah atas  apapun yang dipunyai sekarang. Bukankah nikmatNya akan ditambahkan jika kita mensyukuri karuniaNya?

Bersyukur pula yang saya yakini menjadi kunci penyeimbang, agar tak gelap mata memandang ke atas dan melatih kelembutan hati ketika memandang ke bawah.

Sekedar sharing dari saya yang masih kurang pandai bersyukur. 🙂

PS: Mungkin lebih baik kalo kita fokus dan menyibukkan diri dengan ladang amalan diri. Setiap diri pasti udah ada bagian ladangnya masing-masing. Biar ga silau ama rumput tetangga yang (nampak) lebih hijau. *brb macul ladang sendiri* 😛

31c2d745ea0fd724099bab9abb85cbe4

I’m boring

“OH MY GOD, YOU ARE SO BORING!”

Jerit kawan kantor saya saat dia tau kalo saya juarang buangettt *medok seus?* bahkan hampir ga pernah telponan ama suami. Dia bergidik ngeri ketika saya berkata *dengan muka polos*, “ I don’t know what to say to him. What to talk about?”
And then, my colleague rolled her eyes.

BoringBanana

BoringBanana

So yeah, apparently I’m boring. 😦
Ngomongin soal telpon-telponan ini, saya bahkan ga ingat kapan terakhir kalinya saya dan suami ngobrol di telpon. Ngobrol as in having an actual conversation ya. Kalo obrolan “ sekarang dimana? Tunggu aku ya, 10 menit lagi aku nyampe” mah ga diitung. Dari konten-nya aja udah jelas terliat kalo kegiatan bertelpon itu tadi terjadi antara supir ojek dan penumpangnya yang cantik *teuteub usahaa 😛 * alias dalam kondisi suami mau jemput istri di pom bensin Juanda. Lhaa..suami kok disamain ama tukang ojek sihh? *buru buru sungkem ah*

Saya sempet nulis kalo LDR is suck.
Suck karena ngabisin duit aje buat beli tiket tiap bulan. Hahaha! Nye-suck bener dah tuh. Suck-itnya tuh disiniii *tunjuk dompet*. Yaelahh..maen plesetan pulak *ditujes massa*.

Tapi, sejujurnya, saya sangat menikmati LDR ini. Which is another reason why I was called boring by my colleague.

Suka bedua-duaan ama suami?

Kencan dan peluk-peluk sepanjang hari?

Ngobrol ngalor  ngidul?

Masak dan makan bareng?

Kelonan bareng (ahemm..sensor dahhhh) 😛

Jawaban saya IYA terhadap semua pertanyaan di atas.

But I love being away from the husband also. Beberapa hal yang mendasari why LDR is so me, yaitu;

1. Endless Me-time

Saya seneng bedua-duaan ama suami. Tapi saya juga menikmati kesendirian saya. Kalo lagi pengen keluar, ya keluar aja. Tentunya setelah mengantongi ijin dari suami yak. Hal ini agak sulit kalo saya lagi bareng suami, karena pasti dikintilin suami.

2. Minim perselisihan

Kalo lagi ngambek ama suami, tinggal balik badan aja. Ga perlu ngliatin mukanya (ato muka saya) yang murka. Malahan yang sering saya lakuin adalah matiin semua hape dan bikin suami blingsatan. Kalo ga, saya tinggal molor aja. Childish pisan ya? Don’t try this  at home alias jangan ditiru loh!! Kalo kata seorang kawan psikolog *ehmm, you know who you are*, si saya ini tipe yang suka ngehindarin konflik, dalam arti negatif ya. Karena jadinya ngabur dan ga mau menghadapi konflik *bananatertunduklesu*. Umur mau 40 kok kelakukan masi minus aja? *self-toyor*

3. It’s all about Me, I and My self

Mau kamar berantakan? Males masak? Cucian numpuk, demikian pula dengan strikaan numpuk? Ihh cuek bebek aja, karena yaa ngurusin diri sendiri. Bisa dikerjain nanti-nanti, nunggu mood datang.  Alamakjang, pamalesan visund!!

4. Jauh di mata dekat dihati

Ini murni yang saya rasa dan alami ya, Karena jauh-jauhan, jadi ada semriwing rasa kangen. Kalo ketemu, pastinya nemplok mulu dan jadinya rukun selalu. Lhaa mosok udah jarang ketemu, trus ketemu-ketemu malah betengkar? Selain itu, saya ini tipe pembosan. Gimana kalo bosen ama suami sendiri?  Amit-amit jabang bayiii *ketok meja*.

Kalo diliat-liat, kesemua alasan di atas kok ekhois bin caildish syekalih yak? Umurnya berapa sih? Ohh, baru sepentin? Tepu-tepu aja deh *kitik-kitik pake kulit duren* *abaikan dialog imajiner inih* 😀 😀

In my defence, alasan-alasan yang saya ungkap diatas berlaku dua arah. Pak suami meski tipe clingy alias maunya nempel wae ama istrinya, tapi saya yakin kalo dia juga ngerasa kalo jarak ini malah mendekatkan. Pusing juga kali kalo dia kudu ngeladenin saya yang bawel 😛

Tentunya, kami ga perlu mengumbar apa yang jadi bahan pertimbangan kami ber-LDR-ria. Satu yang pasti, kami menghadapi situasi yang berbeda dengan pasutri lainnya, wajar bila kami pun menyikapinya dengan berbeda.Ngejalaninnya ga segampang dan sehore yang saya gambarkan diatas kok. Cukuplah kami yang tahu.

Tapi, sesungguhnya kalimat berikut ini yang dia ucapin yang bikin hati yakin kalo saat ini, inilah yang terbaik. Kondisi sekarang ini adalah hasil kesepakatan dan keputusan bersama. Apalagi kalo inget cicilan yang merongrong sampai bertahun kedepan..duhhh, yeuk mari kita kencangkan ikat pinggang dan singsingkan lengan baju, merdeka!!

Kalo kamu ga ada, buku dan segala lembaran kertas berhamburan di penjuru kamar kita. Kerjaanku sibuk, jadi aku biasa pulang malam dan langsung belajar.  Aku ga pengen kamu liat aku yang sekarang. Saat ini, aku bersyukur karena ini lah yang kurasa terbaik buat kita. Aku bisa fokus belajar tanpa merasa bersalah karena menelantarkanmu. Lagian, aku tau ga gampang buat narik kamu pulang, kamu uda biasa dengan segala kemudahan di SG. Dikit-dikit, kita coba benahin kondisi kita.Yah semoga saja, setaun kedepan, kondisi akan membaik dan kita bisa berkumpul.

Ihh…ciyum juga deh nih pak suamik *nyosor* 😛

Balik ke soal saya yang boring, meski ga teteleponan, kami masi berkomunikasi kok. Pake WA aja sih. Yang rutin dan pasti sih ya ngebangunin pagi, pamit brangkat kerja dan ngabarin sesampainya di kantor, dan pas pulang ke rumah. 3 hal itu yang wajib dan jadi rutinitas. Duhh, boring beneur si banana nih *garuk kepala*

Jadi pengen nanya deh ke temen semua, komunikasi dengan pasangannya biasanya via telpon? WA? ato media lainnya? Trus, biasanya ngobrolin apaan sih kalo do telpon? Cobaakk, si boring banana ini dikasi ide dong, utamanya soal topik obrolan dengan suami.

Prok prok prokkk…tolong dibantu yaa 😀

A greater purpose

Dari kemaren, isi postingan disini dan disini menyiratkan beban berat di dompet kami, apeuuulah 😀
Iya, bulan November lalu kami memutuskan untuk serius bergerilya mencari rumah. Sebelumnya juga udah cari-cari sih, tapi nyantei tea. Butuh ga butuh karena pelukan mertua lebih anget (dan haratiss) hihi *sungkem*. Tentunya ada banyak persyaratan yang kudu dipenuhi dong ya. Secara ini rumah pertama kami dan belanja rumah kan ga kek belanja sayur, kalo ga cocok bisa beli lagi besokannya *yakalee.
Syaratnya mah simple sih sebenernya. Tau diri kok kalo kami belum mampu (kudu optimis dan pede dong ah 😛 ) beli rumah megah.

1. Tidak terlalu jauh dari stasiun kereta.
Ga kuantitaif sekali ya? Jujur, saya sendiri gagal paham ama satuan unit yang digunakan untuk mendiskripsikan jarak di Indo. Iklannya kan 5 menit ke stasiun, eta 5 menit jalan kaki kah? Naek motor kah? ato naek mobil? Seperti halnya berita di tipi kalo banjir, sepinggang orang dewasa ceunah. Orang dewasa tingginya berapa? Hal-hal kek gini sih yang nampaknya berlaku secara unik di negara kita. Walhasil saya sering misuh-misuh kalo pas lagi survey perumahan. Iklan ama kenyataan, jauh bener selisihnya.

Ok, bek tu topik, tentunya jarak ke stasiun ini datangnya dari suami yang berniat untuk jadi angker alias roker buat pulang pergi ke kantor nanti. Saya ga ngerti akan keberadaan stasiun dan fokus saya mah lebih ke letak pasar. Ebu-ebu syekalihh yak? 😀

2. Ada halaman untuk berkebun sang nyonya.
Jadi yah, suami sudah bersabda kalo estri nantinya akan jadi stay at home mom alias ibu rumah tangga. Ga dibolein kerja sekembalinya ke tanah air nanti (entah kapan dehh).
Nahh, berkebun ini bakal jadi kegiatan saya nantinya. Maunya sih ya bersawah sekalian, namun apa mau dikata, beli rumah dengan tanah luas itu ternyata kudu pake duit, ga bisa campur daun *dikate suzanna?!?*

3. Area Depok, biar deket ke rumah mertua (buat minta makan haha) *ditujes massa*

4. Budget yang kami punya.
Tau diri akan keterbatasan dana, jadinya ekspektasi pun ga terlalu tinggi. Fasilitas dan sarana umum semacam taman, playground dll mah ya terpaksa lapur alias dilupakan. Selebihnya sih saya lebi mencermati status kepemilikan (SHM wah wajib yee!) serta biaya-biaya tambahan lainnya (BPHTB, AJB, akta notaris, biaya KPR).

Kenyataannya?  Tertampar dah karena pada akhirnya, poin terakhirlah yang akhirnya merajai keputusan yang kami ambil. Ngarep bener deh kalo rumah tuh bisa dibayar ama uban sang estri yang bertambah banyak. 😦

Suami sih yang mutusin dan nentuin. Alhamdulillah, dapetnya di..eng ing eng…Cibinong ajahh *brb cari peta*. Melipir pir pirrr.

Saya sendiri ga bisa sharing soal gimana pengurusan KPR dan tetek bengek lainnya, simply karena yang ngurus ya suami. Hihi. Estri mah ngebantu aja dengan doa *benerin jilbab*.

Lucu sih sebenernya, kami memulai dari nol, setaun lalu saat kami mulai memasuki kehidupan rumah tangga. A year after, kami juga grabak grubuk menguras tabungan kami *koreh-koreh dompet cari recehan* untuk beli rumah. Bokek juga, but for a greater purpose? Totally worth it. Mohon doanya semoga rumah kami nantinya betul-betul menjadi baiti jannati, oase yang menyejukkan bagi keluarga kecil kami. Aamiin.

Sekarang, boleh dong ya ngimpi soal halaman dan kebun kicik sang nyonya?

Tips-Memilih-Desain-Tepat-untuk-Taman-Rumah-03

Taman depan rumah

gambar-taman-mungil-4

Taman lucuukkk

03kebun-mini-talang-air2

Kebun talang air

traditional-landscape

Kebun mini

Doakan ya teman temin, supaya lancar rejekinya, lancar bayarnya. Aman sentosa lah pokoknya. Aamiin 🙂